Rabu, 10 Juni 2015

Macam-Macam, Faktor dan Pelaku Fraud

Macam-Macam Kejahatan Fraud
1.       Kejahatan Pada Kas (Penyalahgunaan Asset )
Kasus kejahatan fraud yang berkaitan dengan penyalahgunaan asset sangat banyak terjadi pada sebuah perusahaan baik perusahaan milik pemerintah maupun perusahaan swasta, contonhya sebagai berikut:
a.    Mencuri dari kas kecil (Petty cash).
b.    Skimming uang tunai sebelum pengakuan pendapatan atau piutang (mengecilkan penjualan atau piutang).
c.    Mencuri kas atau cek masuk dengan mengalihkannya ke rekening pribadi
d.   Membuat invoice tagihan palsu dengan tanda tangan palsu, seolah-olah itu tagihan dari vendor, tentunya dengan slip penerimaan barang palsu juga.
e.    Membuat email permintaan pembayaran palsu, seolah-olah datangnya dari vendor, yang disusul dengan pengiriman invoice (hardcopy) palsu, dengan approval palsu juga.
f.     Memanfaatkan semptinya waktu di saat-saat menjelang tutup buku, karyawan nakal membuat invoice tagihan palsu, seolah-olah itu invoice susulan (ketinggalan) untuk mempermudah proses approval pembayaran.
g.    Menyetorkan cek ke rekening pihak ketiga tanpa persetujuan manajemen perusahan
h.    Cek kiting (skema penipuan menggunakan dua rekening deposito untuk menarik uang secara ilegal dari bank).
i.      Menggunakan kartu kredit atau procurement card perusahaan secara tidak sah (bukan untuk kepentingan perusahaan dan tanpa ijin yang berwenang dalam perusahaan).
j.      Mengubah angka nominal di invoice tagihan ke pelanggan.
k.    Mencuri identitas dan password yang bukan wewenangnya, untuk melakukan transaksi internet banking
2.       Pada Proses Penggajian
   Kejahatan fraud pada  proses penggajian merupakan contoh studi kasus yang sering terjadi pada suatu perusahaan baik perusahaan milik pemerintah maupun perusahaan milik swasta. hal ini disebabkan karena adannya kelengahan dari pihak meanjemen dalam hal pengawasan dari proses penggajian tersebut adapun beberapa contoh kejahatan fraud pada proses penggajian antara lain:
a.    Memasukan nama dan identitas karyawan fiktif yang sesungguhnya tidak ada
b.    Memalsukan atau mengubah jam/hari kerja pegawai yang dibayar berdasarkan jam atau hari.
c.    Memasukan catatan lembur fiktif.
d.   Memotong pembayaran gaji pegawai, seolah-olah hukuman dari perusahaan, untuk kemudian selisihnya dikantongi sendiri.
e.    Berkolusi dengan pegawai lain untuk menaikan nominal komisi penjualan.
f.     Menaikan upah/gaji, mengubah rate lembur tanpa instruksi dari pihak yang berwenang.
g.    Memanipulasi catatan jumlah cuti yang telah diambil
h.    Mengajukan klaim pembayaran perawatan kesehatan fiktif
i.      Memalsukan atau mengubah angka nominal klaim penggantian biaya berobat
j.      Membuat klaim kompensasi pegawai kontrak/borongan untuk pekerjaan yang sesungguhnya tidak ada.
k.    Dengan sengaja menunda penghapusan nama pegawai yang berhenti, untuk kemudian gajinya tetap dibayarkan untuk dikantongi sendiri (kerap terjadi di perusahaan-perusahaan besar)
l.      Membayarkan dana tunjangan (kesehatan, asuransi, pendidikan) untuk pegawai yang sudah berhenti.
3.       Proses Laporan Keuangan
Kejahatan  fraud didalam proses laporan keuangan merupakan suatu tindakan kejahatan yang dilakukan oleh management baik ditingkat low management, middle management, dan top management yang berfungsi mengatur alur kas pada suatu perusahaan. Adapun contoh kasus fraud pada laporan keungan yaitu sebagai berikut
1.    Dengan sengaja melakukan pengakuan pendapatan terlalu besar/terlalu kecil
2.    Dengan sengaja tidak melakukan penutupan buku di akhir periode (untuk melakukan perubahan-perubahan tanpa perlu adjustment )
3.    Dengan sengaja menaikan nilai penjualan menjelang penutupan buku, untuk kemudian di ajust setelah periode berlalu.
4.    Dengan sengaja memundurkan tanggal kontrak (PO) penjualan
5.    Mencatat penjualan dan pengiriman barang fiktif
6.    Memasukan nilai penjualan yang lebih besar dari kenyataannya
7.    Tidak mencatat dan menghilangkan bukti transaksi penjualan agar laba nampak kecil (untuk penghindaran pajak)
8.    Dengan sengaja memasukaan jenis penjualan non-operasional ke kelompok pendapatan opersional, atau sebaliknya.
9.    Memanipulasi angka diskon atau rabat
10.    Membuat estimasi barang kembali, melakukan perubahan harga dan jenis konsesi lainnya
11.    Dengan sengaja tidak mencatat barang retur
12.    Mengakui pendapatan atas tagihan yang jelas-jelas ditolak oleh pelanggan
13.    Mengakui pendapatan (revenue) atas contoh produk (sample/mock up/model) yang terkirim, padahal aslinya tidak dibayar, agar pendapatan nampak besar pada Laporan Laba/Rugi.
14.    Mengakui pengiriman barang konsinyasi sebagai penjualan putus
15.    Dengan sengaja menghilangkan bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menghindari pengakuan biaya/pendapatan.
16.    Dengan sengaja membuat bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menaikan atau menurunkan pendapatan.
17.    Dengan sengaja tidak mengakui atau menunda kewajiban kontinjensi
18.    Dengan sengaja menggunakan estimasi persentase pendapatan lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya, dari metode pengakuan pendapatan persentase penyelesaian kontrak
19.    Dengan sengaja mengakui piutang dari pihak yang memiliki hubungan istimewa
20.    Membuat surat perjanjian tidak sah untuk dijadikan bukti transaksi
21.    Mengakui pendapatan atas penyelesaian barang yang sesungguhnya tidak akan pernah dikirimkan ke pelanggan.
22.    Mencatat adanya pengiriman barang lebih awal (entah sebagian atau seluruhnya), padahal sesungguhnya barang belum terkirim.
23.    Mengakui perolehan aset tetap fiktif.
24.    Mengakui nilai pembelian aset bersih lebih tinggi dari kesepakatan yang sesungguhnya, dalam proses merger dan akuisisi.
25.    Mengubah angka nilai wajar aset atas hasil revaluasi
26.    Mengakapitalisasikan suatu biaya (kedalam aset) yang seharusnya tidak dikapitalisasi.
27.    Mengakui sewa pembiayaan sebagai biaya sewa, untuk menghindari pengakuan kewajiban sewa.
28.    Mensekemakan metode penyusutan atau amortisasi sedemikian rupa sehingga menjadi lebih besar atau lebih kecil, untuk maksud menaikan nilai aset atau menaikan pendapatan.
29.    Mengakui goodwill dan aset tak berwujud lainnya dalam nilai yang lebih besar dari yang seharusnya.
30.    Mengakui adanya investasi yang sesungguhnya fiktif
31.    Memanipulasi nilai wajar investasi dari hasil revaluasi yang sah atau dengan sengaja tidak melakukan revaluasi saat harga pasar instrument invetasi mengalami penurunan
32.    Mengakui adanya rekening bank dan rekening koran yang sesungguhnya tidak ada
33.    Menaikan nilai barang bersediaan dengan memasukan barang persediaan fiktif.
34.    Menggunakan metode penilain barang persediaan yang tidak sesuai (tidak diijinkan oleh standar).
35.    Dengan sengaja menggunakan metode penilaian barang persediaan secara tidak konsisten
36.    Mengakui nilai tagihan lebih besar dari yang sesungguhnya.
37.    Dengan sengaja mengakrualkan biaya yang sesungguhnya telah terjadi dan nilai nominalnya sudah diketahui secara pasti (sudah ada tagihan)
38.    Mengakui nilai utang yang lebih kecil dari yang seharusnya
39.    Mensekemakan penentuan provisi, cadangan, termasuk penurunan nilai dan translasi mata uang asing, sedemikian rupa untuk menaikan nilai aset atau menurunkan nilai liabilitas
40.    Perlakuan atas transaksi inter-company yang tidak sesuai.
41.    Perlakuan penukaran atau penarikan aset yang tidak sesuai
4.       Kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
KKN atau korupsi, kolusi, dan nepotisme yang tidak asing lagi bagi kita semua. KKN merupakan jenis kejahatan yang pada intinya ingin memperkaya dirinya sendiri untuk mencapai kepuasan dalam hidupnya. Kemudian ada beberapa studi mengenai KKN yang sering kita temui di media sosial, diantaranya adalah
1.         Memberi perlakuan istimewa kepada pelanggan dan/atau vendor guna memperoleh suap yang biasa disebut dengan “balas jasa” (kickback).
2.         Berkolusi dengan pihak pelanggan/dan atau vendor.
3.         Menerima suap dari vendor, setelah memberi perlakuan istimewa (yang menguntungkan vendor).
4.         Menerima suap atas pemberian kontrak
5.         Menyetujui pemberian order kepada supplier guna memperoleh suap.
6.         Membayar atau tidak membayar vendor, yang secara langsung-tidak langsung memberi keuntungan komersial atau bentuk manfaat kompetitif lainnya bagi pada vendor lain, dan memperoleh suap darinya.
7.         Menyuap petugas/pejabat pemerintah guna memperoleh perlakuan istimewa atau keuntungan tertentu (misal: auditor pajak, bea cukai, imigrasi, dll).
8.         Menerima suap dari perusahaan terakuisisi, sehubungan dengan akuisi bisnis, setelah memberikan perlakuan istimewa yang menguntungkan bagi perusahaan terakuisisi. (biasanya oleh senior management)
9.         Menjual property perusahaan di bawah harga pasar, guna memperoleh suap dari pembeli.
10.     Membeli property untuk persusahaan guna memperoleh suap dari penjual atau agennya.
11.     Menjual konsultasi pribadi dengan pihak ketiga yang bergerak di bidang usaha yang sama atau sejenis.
12.     Merekrut staf yang memiliki ‘hubungan istimewa’ dengannya, sementara ada kandidat yang memiliki kualifikasi yang lebih baik.
13.     Memberikan advise/alih-pengetahuan/training kepada pihak (perusahaan) pesaing, dalam rangka akan pindah kerja ke sana.
14.     Mengikutsertakan diri dalam aktivitas anti-trust (menjelek-jelekan) perusahaan
15.     Mengikutsertakan diri atau berkontribusi (langsung atau langsung) dalam aktivitas politik secara ilegal.
16.     Mengancam keselamatan pihak (perusahaan) lain guna memperoleh imbal-balik.
17.     Menjanjikan keselamatan dan perlindungan bagi kesalahan yang dilakukan oleh orang (pihak lain) guna memperoleh imbal-balik.
18.     Mengancam akan membuka rahasia perusahaan atau pihak lain, guna memperoleh imbal-balik.
2.5.        Faktor Pemicu Fraud
 Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu sebagai berikut
1.    Greed (keserakahan)
2.    Opportunity (kesempatan)
3.    Need (kebutuhan)
4.    Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generic atau umum).  

2.6.   Pelaku Fraud
   Pelaku fraud dalam perusahaan dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu manajemen dan karyawan. Pihak manajemen biasanya melakukan kecurangan untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah satu yang timbul karena kecurangan pelaporan Keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan pegawai/karyawan melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah satu yang berupa penyalahgunaan aktiva.


1 komentar: