Jumat, 12 Juni 2015

Pencegahan Fraud dan Kesimpulan

            

Pencegahan Fraud
Fraud dapat dicegah dengan pengawasan pencegahan yang memadai, dengan membentuk sistem pengendalian yang baik dan efektif serta secara berkala melakukan Audit atas seluruh bagian, hal ini didukung dengan adanya fungsi Internal Audit didalam Perusahaan.

            Alternatif Pemecahan Fraud
Tindakan fraud tidak mungkin bisa dihilangkan secara total. Namun demikian, bukan berarti fraud dibenarkan, karena dengan alasan apapun fraud tetap salah, dan merugikan perusahaan. Untuk meminimalisir terjadinya fraud dalam perusahaan adalah dengan membangun internal control yang baik. Maksud dari internal control yang baik adalah seperti contoh
1.    Tidak diperkenankan seseorang memegang jabatan rangkap
2.    Memilih karyawan yang baik dan tak hanya pandai secara intelegensi saja.
3.    Secara berkala lakukan pengecekan terhadap kondisi karyawan, apakah karyawan termasuk pecandu atau bukan.
4.    Adanya penghargaan dari perusahaan Tidak mengijinkan seseorang menjabat terlalu lama pada jabatan yang sama.
Undang-undang yang berlaku dalam kasus ini adalah Keberadaan undang-undang ITE 11/2008. Undang-undang ITE 11/2008 berfungsi sebagai pedoman, norma dan kontrol terhadap perilaku para pengguna internet. Hal ini bertujuan untuk memprevensi, mendeteksi atau mereduksi kejahatan internet, kecurangan dan perilaku pengguna internet yang tidak etis, yang dilakukan melalui penggunaan teknologi informasi. Pedoman, norma dan fungsi kontrol tercermin pada ketentuan yang terdapat dalam bab dan pasal-pasal UU ITE 11/2008. Ketentuan ini mengacu pada upaya regulator untuk mengarahkan dan mengendalikan perilaku para pengguna internet serta meningkatkan kepatuhan para pengguna terhadap UU ITE 11/2008. Peningkatan kepatuhan para pengguna internet diharapkan mampu mereduksi terjadinya kejahatan internet (cybercrime) dan perilaku negatif para pengguna internet.Perlakuan hukum pelaku cybercrime(fraud) jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
1.    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik
2.    Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik dan  hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di IndonesiaSebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud) dalam ketentuan khusus cyber crime.

    Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Kesimpulan
Fraud adalah bentuk kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun lembaga/organisasi. Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan oleh pribadi. Kecurangan/fraud mengakibatkan kerugian yang besar. Dalam pemerintahan, kerugian yang diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang negara, namun juga berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta menurunnya tingkat investasi.
Cara mengatasi fraud terbagi atas 3 tindakan yaitu tindakan preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan preventif merupakan tanggung jawab bersama antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk menciptakan dan mengembangkan budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja yang baik. Tindakan deteksi adalah cara mengidentifikasi kecurangan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam deteksi atas fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem informasi. Metode konvensional adalah dengan cara menemukan indikasi setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Salah satu cara menemukan indikasi kecurangan, terutama yang dilakukan secara lembaga, adalah dengan menggunakan sistem Akuntansi forensik, yaitu dengan cara memeriksa transaksi yang mencurigakan pada laporan keuangan, baik nominal yang besar maupun yang kecil.

Sementara metode sistem informasi adalah dengan cara melakukan perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi, meliputi motivasi, kesempatan, objek fraud, metode fraud, indikasi fraud dan konsekuensi yang diterima organisasi. Tindakan investigasi adalah proses penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi kecurangan sehingga kehilangan keuangan negara dapat terus ditekan dan pada akhirnya tercapai tujuan untuk menghilangkan kebocoran dan kerugian negara.

INDONESIA dihantui Kejahatan Cyber



Kejahatan siber (cybercrime) semakin menghantui bangsa Indonesia. Bahkan sistem komputer perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Bumi Resources Tbk (BUMI) pun tak bebas dari ancaman tersebut. Perkembangan yang pesat dunia internet menimbulkan ekses negatif yakni semakin meluasnya tindak kejahatan siber. Data terakhir dari Mabes Polri berikut ini menggambarkan betapa kejahatan siber semakin mengkhawatirkan. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Suhardi Alius hari ini mengatakan kepada Gresnews.com, setidaknya pelaku kejahatan siber yang sudah dituntut selama tahun 2012 adalah sebanyak 40 orang.
Tersangka yang dideportasi (cyber transnational fraud) sebanyak 137 orang. "Untuk kasus cyber transnational fraud, operasi polisi selama tiga tahun terakhir, telah dideportasi sebanyak hampir 500 tersangka," kata Suhardi.
Kejahatan siber yang ditangani oleh Mabes Polri selama ini terdiri dari beragam jenis, antara lain, hacking (peretasan, melakukan penetrasi terhadap sistem komputer pihak lain, seperti pada kasus Telkomsel dan Netara)
, data theft (pencurian data komputer milik orang lain), online pornography (kejahatan seksual dan ponografi melalui medium internet), email hijack (pembajakan surat elektronik seperti dalam kasus BUMI), cyber harrashment (kekerasan melalui medium internet), cyber fraud (kejahatan manipulasi informasi dengan tujuan mengeruk keuntungan yang sebesar­besarnya. Biasanya kejahatan yang dilakukan adalah memanipulasi informasi keuangan. Sebagai contoh adanya situs lelang fiktif. Melibatkan berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan kartu kredit. Lebih dikenal dengan sebutan carding), cyber gambling (perjudian online), dan cyber transnational fraud (kejahatan manipulasi informasi online lintas negara).
Badan Reserse dan Kriminal Polri bidang Tindak Pidana Tertentu pada tahun lalu misalnya melakukan penyidikan terhadap tersangka berinisial BRS, seorang warga negara Indonesia yang berstatus sebagai mahasiswa Computer Science di Oklahoma City University, Amerika Serikat. Ia disangka melakukan tindak pidana penipuan dengan menggunakan sarana internet, menggunakan nomor dan kartu kredit milik orang lain secara tidak sah untuk mendapatkan alat­alat musik, komputer dan digital konverter serta menjualnya.

Indonesia memiliki UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dalam salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai­nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia. Undang­undang ini memuat ketentuan pidana yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik.

Penipuan Pada Jaringan Komunikasi



Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menangkap empat WNI tersangka kasus penipuan melalui jaringan komunikasi (cyber fraud), yang merugikan dua, perusahaan Amerika Serikat dan satu perusahaan Tiongkok.
            "Dari kejadian cyber fraud ini sudah ditangkap tujuh tersangka, dimana tiga pelaku sudah ditangkap sebelumnya, dan kemarin unit cyber crime Bareskrim Polri berhasil menangkap empat tersangka lainnya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Kamil Razak di Jakarta.
Kamil menyebutkan, dari tujuh tersangka itu dua diantaranya adalah warga negara Nigeria bernama Kelvin Kamara dan Papson. Sementara lima tersangka lainnya adalah warga negara Indonesia berinisial RA, WL, SP, MHC, dan IM.
            "Sebelumnya, Kelvin Kamara, Papson, dan IM sudah ditangkap duluan, dan sekarang empat tersangka lainnya menyusul," jelasnya.
            Adapun aksi penipuan melalui jaringan komunikasi itu dilakukan pada Juni 2013, dimana pelaku menyusup dan memantau komunikasi melalui surat elektronik (e-mail) antara perusahaan Yantai Newstar di Gungazhou, Tiongkok dengan dua perusahaan AS, yaitu Delavan AG Pumps, Inc dan McNeilus Companies.
Kamil mengatakan, para pelaku memantau proses komunikasi diantara tiga perusahaan tersebut selama sekitar dua bulan.
"Pada saat dua perusahaan USA itu akan melakukan transfer dana kepada perusahaan di China (Tiongkok) tiba-tiba muncul e-mail yang seolah-olah e-mail asli dari Yantai Newstar," ungkapnya
            Kamil menyebutkan bahwa isi e-mail itu mengarahkan masing-masing perusahaan AS itu untuk mentransfer ke rekening Bank Mandiri atas nama PT Kendiva, Indonesia dengan alasan rekening perusahaan di Tiongkok sedang dalam proses audit.
Kamil menyebutkan bahwa isi e-mail itu mengarahkan masing-masing perusahaan AS itu untuk mentransfer ke rekening Bank Mandiri atas nama PT Kendiva, Indonesia dengan alasan rekening perusahaan di Tiongkok sedang dalam proses audit.

Kamis, 11 Juni 2015

Pencurian Identitas



 Jakarta - Bank Indonesia mencatat pada bulan Mei 2012 terdapat 1009 kasus   yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,37 miliar. Jenis fraud yang paling banyak terjadi adalah pada pencurian indentitas dan Card Not Present (CNP) yaitu masing-masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus dengan nilai kerugian masing-masing mencapai Rp 1,14 miliar dan Rp 545 juta yang dialami oleh penerbit."Kita sadari jumlah kejahatan terbesar dalam layanan perbankan elektronik ada pada alat pembayaran menggunakan kartu terutama penggunaan kartu kredit,"kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas saat membuka Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Pada Layanan Perbankan Elektronik di gedung BI, Jakarta,Kamis(5/7/2012).
     Berdasarkan data Mastercard, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi kedua terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik. Sedangkan berdasarkan data Visa peringkat fraud Indonesia berada pada posisi ketiga terendah dibandingkan dengan negara asia lain di Asia Tenggara jauh di bawah Singapura dan Malaysia." Perhitungan ini diperoleh berdasarkan nilai fraud dengan total nilai transaksi dalam periode perhitungan,"jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan kajian yang dilakukan Indonesia Security Inciudent Response Team on Internet Infrastructure ada beberapa titik rawan dalam keamanan dan kasus kejahatan terkait layanan perbankan elektronik di Indonesia, seperti kerawanan prosedur perbankan. "Lemahnya proses identifikasi dan validasi calon nasabah sehingga mudah untuk dilakukan pemalsuan suatu identitas.
            Selain itu, ada kerawanan fisik dimana kartu ATM yang digunakan bank saat ini jenisnya magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip sehingga skimming PIN mudah dilakukan. Kerawanan aplikasi dan kerawanan perilaku dan kerawanan regulasi dan kelemahan penegakan hukum.

Lebih lanjut, Ronald mengatakan penggunaan chip pada kartu ATM atau debit juga sudah mulai digagas dan selambat-lambatnya dilakukan pada akhir tahun 2015. Selain itu, penggunaan 6 digit PIN pada akhir 2014 mendatang. "Kajian, sudah pasti 4 dan 6 digit lebih susah nebak yang 6 digit kan. Kita musti kombinasinya lebih banyak dibanding 4 digit,"pungkasnya. (IMR/MKS).

Kasus Modus Internet Banking



           

 Penyidik Bareskrim Polri saat ini sedang mengusut pembobolan beberapa dana nasabah di tiga bank besar di Indonesia dengan modus  menggunakan software internet banking. Modus kejahatan ini diklaim telah menimbulkan kerugian mencapai Rp 130 miliar.
            Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Budi Waseso ketika dihubungi Kontan membenarkan informasi ini. Ia menuturkan polisi telah berhasil mengendus dugaan pembobolan dana nasabah tiga bank yang dilakukan oleh sindikat kejahatan dunia maya. Menurutnya, pelaku menggunakan malware untuk muncuri data nasabah bank yang ditanamkan melalui jaringan internet.
 "Pada Senin (13/4/2015) kemarin kami telah berhasil membongkar sindikat pembobolan uang nasabah dengan menggunakan internet. Saat ini kasus masih didalami oleh penyidik," ujar Budi, Selasa, (14/4/2015).
            Modus dari pencurian dana nasabah ini menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Victor Simanjuntak adalah dengan membajak akun internet banking milik nasabah bank sehingga ketika nasabah akan menyetorkan uang ke rekeningnya, aliran uang tersebut akan dibelokkan ke rekening pelaku. Ia menjelaskan pelaku utama bukanlah warga negara Indonesia karena berdasarkan penyelidikan Bareskrim ternyata aliran dana tersebut menuju ke sebuah rekening di negara Ukraina.
"Pelaku bukan warga negara Indonesia. Ia menggunakan jasa kurir yang merupakan WNI. Sehingga dana nasabah dibelokkan masuk ke rekening kurir, kemudian langsung diteruskan ke rekening pelaku," ujar Victor ketika dihubungi Kontan. Modus kejahatan ini bermula saat pelaku menawarkan perangkat aplikasi antivirus melalui pesan layanan di internet kepada korban pengguna e-banking. Setelah korban mengunduh software  palsu tersebut, malware akan secara otomatis masuk ke komputer dan memanipulasi tampilan laman internet banking seolah-olah laman tersebut merupakan milik bank. Dengan begitu, pelaku dapat dengan mudah mengendalikan akun internet banking nasabah setelah mengetahui password korban. "Namun, pelaku tidak menguras rekening korban, hanya membelokkan ke rekening kurir jika korban melakukan transaksi keuangan melalui e-banking," tutur victor Dalam aksi kejahatannya tersebut, pelaku merekrut WNI sebagai kurir dengan kedok kerjasama bisnis sehingga kurir sendiri tidak mengetahui bahwa uang yang masuk ke rekening mereka merupakan hasil pembobolan. Victor menjelaskan pelaku menjanjikan kurir dapat mengambil 10 persen dari dana yang masuk dan sisanya dikirimkan ke rekening di Ukraina melalui Western Union. Perekrutan kurir ini dilakukan secara acak dengan mengaku kerjasama bisnis perdagangan seperti kayu, kain, dan mesin. "Pelaku menjalin kerjasama dengan kurir di Indonesia. Pelaku mengatakan kalau dirinya akan berusaha di Indonesia tapi tidak memiliki rekening untuk menerima pembayaran dalam bentuk rupiah. Para kurir cuma diminta membuka rekening dan mentrasferkan uang yang masuk ke rekeningnya tersebut," jelas Victor.
            Saat ini Bareskrim Polri tengah mendalami kasus ini dengan memeriksa keterangan dari enam orang kurir yang telah ditahan sebagai saksi. Penyidik, ujar Victor, telah mengantongi identitas pelaku dan akan bekerja sama dengan Interpol untuk mengungkap jaringan sindikat pencurian uang nasabah ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, jumlah kurir diduga berjumlah ratusan orang yang tersebar diseluruh penjuru tanah air.
"Pelaku adalah penjahat profesional yang memahami betul IT. Semua kurir yang telah diperiksa sama sekali tidak menyadari jika mereka terlibat dalam pembobolan bank. Pelaku ada di luar negeri, kami telah mengontak interpol untuk membantu kami,"tutur Victor.Namun, Victor enggan menyebutkan nama maupun inisial dari tiga bank tersebut karena masih dalam penyelidikan oleh Polri. Ia hanya menyebutkan ketiga bank tersebut ada yang berasal dari BUMN dan swasta. Ia mengungkapkan terdapat sekitar 300 nasabah dari ketiga bank tersebut yang menjadi korban dengan total kerugian mencapai Rp 130 miliar yang berhasil dicuri pelaku.
            "Nanti bank akan kita panggil untuk melengkapi laporan. Karena ada pihak bank yang telah mengembalikan uang nasabahnya ada yang belum," ujarnya. Menurutnya, Indonesia dengan salah satu jumlah pengguna internet terbesar di dunia akan menjadi sasaran empuk dari tindak kejahatan dengan media online, terutama banyak masyarakat yang masih menggunakan software palsu sehingga rentan diretas.Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irwan Lubis, mengaku pihaknya belum menerima laporan dari pihak bank, Bareskrim Polri, maupun institusi lainnya terkait kasus pembobolan dana nasabah di tiga bank ini. Meskipun begitu, Ia menegaskan bahwa OJK telah meminta kepada bank untuk meningkatkan pengamanan teknologi informasi pada sistem internet banking."OJK belum menerima laporan baik dari bank maupun dari pihak atau intitusi lain. Pada 9 Maret 2015 yang lalu, OJK sudah meminta kewaspadaan bank dan meningkatkan IT security pada layanan internet banking mereka," tuturnya kepada kontan. Selain meminta kepada pihak bank, Irwan juga menekankan kepada para nasabah untuk selalu berhati-hati dan waspada dalam bertransaksi dengan menggunakan internet bankingterutama dengan menggunakan komputer yang rentan terserah virus. Ia memberi saran kepada para nasabah jika terdapat instruksi yang tidak lazim dan meragukan pada saat transaksi harap segera menghubungi call center bank masing-masing.
            "Nasabah juga diminta untuk selalu waspada dalam bertransaksi via internet. Kalau ada istruksi yang tidak lazim segera hubungi call center bank," ujar Irwan. Sesuai dengan Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK merupakan lembaga negara yang memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap individual bank (mikroprudensial). OJK diberikan kewenangan memberikan izin, mengatur, mengenakan sanksi, dan mengawasi setiap aktivitas perbankan di Indonesia. (Benedictus Bina Naratama).

Kasus Pembobolan Dana Nasabah




                 Kasus pembobolan dana nasabah 3 bank besar yang diungkap Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, ternyata menggunakan virus komputer sebagai mata-mata. Virus itu ditanamkan pada komputer nasabah sehingga mampu memunculkan tampilan instruksi "sinkronisasi token" palsu saat nasabah membuka internet banking. 
Terkait hal tersebut, 3 bank besar yaitu BCA, Mandiri, dan BNI   memberikan respons yang beragam. "ini kan sudah pak Jahja (Dirut BCA) release dibulan februari. Ini case yang seakan-akan  minta sinkronisasi key BCA” ujar Head Of  Halo BCA Sani Sabu Kepada Kompas.com (16/04/2015)
            Meski mengakui bahwa ada nasabahnya yang kena bobol melalui modus "sinkronisasi token, BCA menyebut bahwa kerugian akibat hal tersebut tidak banyak. Beberapa waktu lalu BCA juga menyampaikan bahwa nasabah yang terkena mencapai 43 nasabah. (baca: BCA: Hanya 43 Nasabah yang Terkena "Sinkronisasi Token" saat Akses Internet Banking)
            Dihubungi secara terpisah, Bank Mandiri juga mengakui ada nasabahnya yang kehilangan uang karena modus "sinkronisasi token" itu. Tapi sampai saat ini Mandiri mengatakan bahwa kerugian akibat kejahatan perbankan tersebut sangat kecil. "Kalau gak salah hanya Rp 40 juta," ucap Staf Humas Bank Mandiri Eko. (baca: Nasabah Bank Mandiri Kehilangan Rp 40 Juta akibat "Sinkronisasi Token").
            Sementara itu, Bank BNI justru mengaku belum sama sekali mendapatkan laporan dari nasabahnya terkait kasus pembobolan rekening melalui internet banking itu. Bahkan, untuk memastikan ada atau tidak nasabah yang menjadi korban kejahatan perbankan itu, BNI langsung melakukan pengecekan internal.
            "Mengingat modus tersebut memanfaatkan kerentanan pada sisi nasabah, BNI telah mensosialisasikan perilaku bertransaksi yang aman melalui website BNI (www.bni.co.id), maupun pada layar login transaksi internet banking (https://ibank.bni.co.id).  Imbauan juga disampaikan melalui SMS, email dan media sosial yang harapannya akan menjadi pengingat kembali bagi nasabah untuk menjaga keamanan transaksinya," kata Corporate Secretary BNI Tribuana Tunggadewi.
            Lebih lanjut dia juga meminta nasabah BNI untuk memastikan kembali perangkat komputer yang digunakan bersih dari virus, malware atau spyware. Serta, memastikan keaslian situs BNI Internet Banking yang diakses dengan verifikasi logo Secure Socket Layer atau SSL (https://ibank.bni.co.id).

            Sebelumnya diberitakan, tiga bank besar di Indonesia dibobol sindikat jaringan internasional. Dana nasabah yang dibobol ditaksir mencapai Rp 130 miliar. Dana ini milik sekitar 300 orang nasabah di tiga bank tersebut. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menampik total kerugian akibat pembobolan yang memanfaatkan virus komputer tersebut. Menurut OJK, total kerugian hanya Rp 5 miliar bukan Rp 130 miliar. (baca: OJK: Pembobolan Internet Banking Hanya Rp 5 Miliar).

Rabu, 10 Juni 2015

Macam-Macam, Faktor dan Pelaku Fraud

Macam-Macam Kejahatan Fraud
1.       Kejahatan Pada Kas (Penyalahgunaan Asset )
Kasus kejahatan fraud yang berkaitan dengan penyalahgunaan asset sangat banyak terjadi pada sebuah perusahaan baik perusahaan milik pemerintah maupun perusahaan swasta, contonhya sebagai berikut:
a.    Mencuri dari kas kecil (Petty cash).
b.    Skimming uang tunai sebelum pengakuan pendapatan atau piutang (mengecilkan penjualan atau piutang).
c.    Mencuri kas atau cek masuk dengan mengalihkannya ke rekening pribadi
d.   Membuat invoice tagihan palsu dengan tanda tangan palsu, seolah-olah itu tagihan dari vendor, tentunya dengan slip penerimaan barang palsu juga.
e.    Membuat email permintaan pembayaran palsu, seolah-olah datangnya dari vendor, yang disusul dengan pengiriman invoice (hardcopy) palsu, dengan approval palsu juga.
f.     Memanfaatkan semptinya waktu di saat-saat menjelang tutup buku, karyawan nakal membuat invoice tagihan palsu, seolah-olah itu invoice susulan (ketinggalan) untuk mempermudah proses approval pembayaran.
g.    Menyetorkan cek ke rekening pihak ketiga tanpa persetujuan manajemen perusahan
h.    Cek kiting (skema penipuan menggunakan dua rekening deposito untuk menarik uang secara ilegal dari bank).
i.      Menggunakan kartu kredit atau procurement card perusahaan secara tidak sah (bukan untuk kepentingan perusahaan dan tanpa ijin yang berwenang dalam perusahaan).
j.      Mengubah angka nominal di invoice tagihan ke pelanggan.
k.    Mencuri identitas dan password yang bukan wewenangnya, untuk melakukan transaksi internet banking
2.       Pada Proses Penggajian
   Kejahatan fraud pada  proses penggajian merupakan contoh studi kasus yang sering terjadi pada suatu perusahaan baik perusahaan milik pemerintah maupun perusahaan milik swasta. hal ini disebabkan karena adannya kelengahan dari pihak meanjemen dalam hal pengawasan dari proses penggajian tersebut adapun beberapa contoh kejahatan fraud pada proses penggajian antara lain:
a.    Memasukan nama dan identitas karyawan fiktif yang sesungguhnya tidak ada
b.    Memalsukan atau mengubah jam/hari kerja pegawai yang dibayar berdasarkan jam atau hari.
c.    Memasukan catatan lembur fiktif.
d.   Memotong pembayaran gaji pegawai, seolah-olah hukuman dari perusahaan, untuk kemudian selisihnya dikantongi sendiri.
e.    Berkolusi dengan pegawai lain untuk menaikan nominal komisi penjualan.
f.     Menaikan upah/gaji, mengubah rate lembur tanpa instruksi dari pihak yang berwenang.
g.    Memanipulasi catatan jumlah cuti yang telah diambil
h.    Mengajukan klaim pembayaran perawatan kesehatan fiktif
i.      Memalsukan atau mengubah angka nominal klaim penggantian biaya berobat
j.      Membuat klaim kompensasi pegawai kontrak/borongan untuk pekerjaan yang sesungguhnya tidak ada.
k.    Dengan sengaja menunda penghapusan nama pegawai yang berhenti, untuk kemudian gajinya tetap dibayarkan untuk dikantongi sendiri (kerap terjadi di perusahaan-perusahaan besar)
l.      Membayarkan dana tunjangan (kesehatan, asuransi, pendidikan) untuk pegawai yang sudah berhenti.
3.       Proses Laporan Keuangan
Kejahatan  fraud didalam proses laporan keuangan merupakan suatu tindakan kejahatan yang dilakukan oleh management baik ditingkat low management, middle management, dan top management yang berfungsi mengatur alur kas pada suatu perusahaan. Adapun contoh kasus fraud pada laporan keungan yaitu sebagai berikut
1.    Dengan sengaja melakukan pengakuan pendapatan terlalu besar/terlalu kecil
2.    Dengan sengaja tidak melakukan penutupan buku di akhir periode (untuk melakukan perubahan-perubahan tanpa perlu adjustment )
3.    Dengan sengaja menaikan nilai penjualan menjelang penutupan buku, untuk kemudian di ajust setelah periode berlalu.
4.    Dengan sengaja memundurkan tanggal kontrak (PO) penjualan
5.    Mencatat penjualan dan pengiriman barang fiktif
6.    Memasukan nilai penjualan yang lebih besar dari kenyataannya
7.    Tidak mencatat dan menghilangkan bukti transaksi penjualan agar laba nampak kecil (untuk penghindaran pajak)
8.    Dengan sengaja memasukaan jenis penjualan non-operasional ke kelompok pendapatan opersional, atau sebaliknya.
9.    Memanipulasi angka diskon atau rabat
10.    Membuat estimasi barang kembali, melakukan perubahan harga dan jenis konsesi lainnya
11.    Dengan sengaja tidak mencatat barang retur
12.    Mengakui pendapatan atas tagihan yang jelas-jelas ditolak oleh pelanggan
13.    Mengakui pendapatan (revenue) atas contoh produk (sample/mock up/model) yang terkirim, padahal aslinya tidak dibayar, agar pendapatan nampak besar pada Laporan Laba/Rugi.
14.    Mengakui pengiriman barang konsinyasi sebagai penjualan putus
15.    Dengan sengaja menghilangkan bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menghindari pengakuan biaya/pendapatan.
16.    Dengan sengaja membuat bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menaikan atau menurunkan pendapatan.
17.    Dengan sengaja tidak mengakui atau menunda kewajiban kontinjensi
18.    Dengan sengaja menggunakan estimasi persentase pendapatan lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya, dari metode pengakuan pendapatan persentase penyelesaian kontrak
19.    Dengan sengaja mengakui piutang dari pihak yang memiliki hubungan istimewa
20.    Membuat surat perjanjian tidak sah untuk dijadikan bukti transaksi
21.    Mengakui pendapatan atas penyelesaian barang yang sesungguhnya tidak akan pernah dikirimkan ke pelanggan.
22.    Mencatat adanya pengiriman barang lebih awal (entah sebagian atau seluruhnya), padahal sesungguhnya barang belum terkirim.
23.    Mengakui perolehan aset tetap fiktif.
24.    Mengakui nilai pembelian aset bersih lebih tinggi dari kesepakatan yang sesungguhnya, dalam proses merger dan akuisisi.
25.    Mengubah angka nilai wajar aset atas hasil revaluasi
26.    Mengakapitalisasikan suatu biaya (kedalam aset) yang seharusnya tidak dikapitalisasi.
27.    Mengakui sewa pembiayaan sebagai biaya sewa, untuk menghindari pengakuan kewajiban sewa.
28.    Mensekemakan metode penyusutan atau amortisasi sedemikian rupa sehingga menjadi lebih besar atau lebih kecil, untuk maksud menaikan nilai aset atau menaikan pendapatan.
29.    Mengakui goodwill dan aset tak berwujud lainnya dalam nilai yang lebih besar dari yang seharusnya.
30.    Mengakui adanya investasi yang sesungguhnya fiktif
31.    Memanipulasi nilai wajar investasi dari hasil revaluasi yang sah atau dengan sengaja tidak melakukan revaluasi saat harga pasar instrument invetasi mengalami penurunan
32.    Mengakui adanya rekening bank dan rekening koran yang sesungguhnya tidak ada
33.    Menaikan nilai barang bersediaan dengan memasukan barang persediaan fiktif.
34.    Menggunakan metode penilain barang persediaan yang tidak sesuai (tidak diijinkan oleh standar).
35.    Dengan sengaja menggunakan metode penilaian barang persediaan secara tidak konsisten
36.    Mengakui nilai tagihan lebih besar dari yang sesungguhnya.
37.    Dengan sengaja mengakrualkan biaya yang sesungguhnya telah terjadi dan nilai nominalnya sudah diketahui secara pasti (sudah ada tagihan)
38.    Mengakui nilai utang yang lebih kecil dari yang seharusnya
39.    Mensekemakan penentuan provisi, cadangan, termasuk penurunan nilai dan translasi mata uang asing, sedemikian rupa untuk menaikan nilai aset atau menurunkan nilai liabilitas
40.    Perlakuan atas transaksi inter-company yang tidak sesuai.
41.    Perlakuan penukaran atau penarikan aset yang tidak sesuai
4.       Kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
KKN atau korupsi, kolusi, dan nepotisme yang tidak asing lagi bagi kita semua. KKN merupakan jenis kejahatan yang pada intinya ingin memperkaya dirinya sendiri untuk mencapai kepuasan dalam hidupnya. Kemudian ada beberapa studi mengenai KKN yang sering kita temui di media sosial, diantaranya adalah
1.         Memberi perlakuan istimewa kepada pelanggan dan/atau vendor guna memperoleh suap yang biasa disebut dengan “balas jasa” (kickback).
2.         Berkolusi dengan pihak pelanggan/dan atau vendor.
3.         Menerima suap dari vendor, setelah memberi perlakuan istimewa (yang menguntungkan vendor).
4.         Menerima suap atas pemberian kontrak
5.         Menyetujui pemberian order kepada supplier guna memperoleh suap.
6.         Membayar atau tidak membayar vendor, yang secara langsung-tidak langsung memberi keuntungan komersial atau bentuk manfaat kompetitif lainnya bagi pada vendor lain, dan memperoleh suap darinya.
7.         Menyuap petugas/pejabat pemerintah guna memperoleh perlakuan istimewa atau keuntungan tertentu (misal: auditor pajak, bea cukai, imigrasi, dll).
8.         Menerima suap dari perusahaan terakuisisi, sehubungan dengan akuisi bisnis, setelah memberikan perlakuan istimewa yang menguntungkan bagi perusahaan terakuisisi. (biasanya oleh senior management)
9.         Menjual property perusahaan di bawah harga pasar, guna memperoleh suap dari pembeli.
10.     Membeli property untuk persusahaan guna memperoleh suap dari penjual atau agennya.
11.     Menjual konsultasi pribadi dengan pihak ketiga yang bergerak di bidang usaha yang sama atau sejenis.
12.     Merekrut staf yang memiliki ‘hubungan istimewa’ dengannya, sementara ada kandidat yang memiliki kualifikasi yang lebih baik.
13.     Memberikan advise/alih-pengetahuan/training kepada pihak (perusahaan) pesaing, dalam rangka akan pindah kerja ke sana.
14.     Mengikutsertakan diri dalam aktivitas anti-trust (menjelek-jelekan) perusahaan
15.     Mengikutsertakan diri atau berkontribusi (langsung atau langsung) dalam aktivitas politik secara ilegal.
16.     Mengancam keselamatan pihak (perusahaan) lain guna memperoleh imbal-balik.
17.     Menjanjikan keselamatan dan perlindungan bagi kesalahan yang dilakukan oleh orang (pihak lain) guna memperoleh imbal-balik.
18.     Mengancam akan membuka rahasia perusahaan atau pihak lain, guna memperoleh imbal-balik.
2.5.        Faktor Pemicu Fraud
 Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu sebagai berikut
1.    Greed (keserakahan)
2.    Opportunity (kesempatan)
3.    Need (kebutuhan)
4.    Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generic atau umum).  

2.6.   Pelaku Fraud
   Pelaku fraud dalam perusahaan dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu manajemen dan karyawan. Pihak manajemen biasanya melakukan kecurangan untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah satu yang timbul karena kecurangan pelaporan Keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan pegawai/karyawan melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah satu yang berupa penyalahgunaan aktiva.